Konflik Palestina Israel
Pembangunan Tepi Barat Hancurkan Proses Damai.
Konflik berdarah yang terjadi di Bumi Palestina hingga saat ini belum menemukan kata akhir. Penderitaan warga di Seantero Palestina hanya menjadi dongeng yang manakutkan bagi masyarakat Dunia.
Jutaan pasang mata yang menyaksikan kebiadaban Zionis Israel terhadap warga Palestina, hanya mampu mengelus dada atau menitihkan air mata, karena mereka tidak memiliki kuasa untuk menghentikan perang yang berlangsung hampir se-abad lamanya.
Organisasi Dunia yang diharapkan mampu mengeluarkan warga Palestina dari tangan besi Pemerintah Israel hingga saat ini belum bisa menepati janji untuk memberikan kebebasan hak kepada rakyat Palestina.
Resolusi-resolusi yang dikeluarkan untuk melahirkan perdamaian di tanah Palestina, hanya sekedar formalitas eksistensi organisasi hebat tersebut. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) seharusnya bisa menekan Pemerintah Israel yang terus mencaplok tanah Palestina dari tahun ke tahun.
Berkuasanya Negara adikuasa Amerika Serikat (AS) melengkapi kemandulan organisasi dunia itu. Hak veto yang dimiliki AS, sering kali membuat patah arang Negara-negara dunia yang menginginkan perdamaian di seantero dunia.
Meski demikian, Pemerintah Gedung Putih juga sempat mengeluarkan kecaman kepada saudara kandungnya, Israel yang terus mendirikan bangunan liar di tanah kuasa Palestina namun ditanggapi dingin, ibarat adik kandung yang membangkang dan keras kepala.
Menteri Luar Negeri AS, Jhon Kerry meminta agar Israel menahan diri untuk tidak mendirikan bangunan baru di Palestina, namun Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bersikukuh dengan mengumumkan persetujuan di bangunnya pemukiman baru di Tepi Barat dan Al Quds.
“Kita tidak akan menghentikan, walaupun untuk sementara, membuat Negara kita lebih kuat dan membangun perumahan,” ikrar Netanyahu dihadapan anggota partai Likuid yang dipimpinnya, Seruu.com.
Awal Januari lalu, Pemerintah Israel menyetujui pembangunan 272 unit pemukiman baru di wilayah Ofra dan Karnei Shamron, jantung Tepi Barat. Menurut salah satu pejabat Tel Aviv, proyek pembangunan pemukiman ini merupakan kelanjutan dari proyek tiga bulan lalu.
“Yang kita saksikan ini adalah pelaksanaan bulan Oktober tahun lalu,” ungkap pejabat yang tidak mau disebutkan namanya, seperti yang disiarkan oleh Press TV, Muslimdaily.net.
Pengumuman pembangunan besar-besaran yang ditayangkan langsung oleh satsiun Televisi Israel Channel 2 ini menuai protes. Pasalnya, seperti yang diberitakan sebelumnya bahwa saat ini proses perdamaian Palestina-Israel tengah berlangsung.
Pengumuman sendiri terjadi pasca kunjungan Menteri Luar Negeri AS, Jhon Kerry ke Timur Tengah dan bertemu dengan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu serta Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.
Meski demikian, Netanyahu mengaku tidak merusak perjanjian damai dengan Palestina. “Saya tidak berniat untuk membangun pemukiman di Tepi Barat dalam rangka perudingan damai dengan Palestina,” jelas Netanyahu seperti yang dikutip di TV 10 Israel, Eramuslim.com.
Namun menurut pihak Palestina, apa yang dilakukan Pemerintah Israel saat ini adalah bentuk pengrusakan perjanjian damai antara dua Negara tersebut. “Jelas dilihat seluruh dunia bahwa saat ini Israel tengah menggagalkan proses perdamaian itu,” ungkap Wasil Abu Yousif, seorang pejabat Palestina kepada Associated Press, Voaindonesia.com.
Bahkan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas menyampaikan ultimatum resmi. Seperti yang disampaikan Perunding Palestina, Saeb Erakat kepada AFP bahwa tidak akan ada kesepakatan damai selama Israel tidak menghentikan pembangunan illegal di Palestina.
“Jika Israel tetap melakukan pembangunan pemukiman baru mereka, maka akan ada pernyataan deklarasi formal penghentian proses perdamaian,” jelas Erakat mengutip peringatan Abbas, Kompas.com.
American Association Studies (ASA) bahkan mendukung boikot terhadap lembaga akademisi Israel, sebagai protes perlakuan kejam Israel terhadap rakyat Palestina.
“Kami lakukan ini untuk memprotes perlakuan lembaga Akademisi Israel yang melakukan diskriminatif terhadap Palestina dan protes terhadap bantuan yang mendukung pendudukan illegal,” ungkap Profesor Analisis Budaya dari New York University, Lisa Duggan, yang juga Presiden ASA, kepada New York Post, Muslimdaily.net.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar